KMM STKS BANDUNG

Syiar dan Media Dakwah Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung

Kemiskinan Dalam Pandangan Islam February 4, 2010

Filed under: Perspektif Islam — kmmstks @ 12:09 pm
Tags: , , ,

Pendahuluan

Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Tak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan.

Harus diakui, Kapitalisme memang telah gagal menyelesaikan problem kemiskinan. Alih-alih dapat menyelesaikan, yang terjadi justru menciptakan kemiskinan.

Pengertian Kemiskinan Menurut Islam

Menurut bahasa, miskin berasal dari bahasa Arab yang sebenarnya menyatakan kefakiran yang sangat. Allah Swt. menggunakan istilah itu dalam firman-Nya:

]أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ[

“..atau orang miskin yang sangat fakir” (QS al-Balad [90]: 16)

Adapun kata fakir yang berasal dari bahasa Arab: al-faqru, berarti membutuhkan (al-ihtiyaaj). Allah Swt. berfirman:

]فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ[

“…lalu dia berdoa, “Ya Rabbi, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS al-Qashash [28]:24).

Dalam pengertian yang lebih definitif, Syekh An-Nabhani mengategorikan yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan. (Nidzamul Iqtishadi fil Islam, hlm. 236, Darul Ummah-Beirut). Pembedaan kategori ini tepat untuk menjelaskan pengertian dua pos mustahiq zakat, yakni al-fuqara (orang-orang faqir) dan al-masakiin (orang-orang miskin), sebagaimana firman-Nya dalam QS at-Taubah [9]: 60.

Kemiskinan atau kefakiran adalah suatu fakta, yang dilihat dari kacamata dan sudut mana pun seharusnya mendapat pengertian yang sesuai dengan realitasnya. Sayang peradaban Barat Kapitalis, pengemban sistem ekonomi Kapitalis, memiliki gambaran/fakta tentang kemiskinan yang berbeda-beda. Mereka menganggap bahwasannya kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atas barang ataupun jasa secara mutlak. Karena kebutuhan berkembang seiring dengan berkembang dan majunya produk-produk barang ataupun jasa, maka –mereka menganggap–usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atas barang dan jasa itu pun mengalami perkembangan dan perbedaan.

Akibatnya, standar kemiskinan/kefakiran di mata para Kapitalis tidak memiliki batasan-batasa yang fixed. Di AS atau di negara-negara Eropa Barat misalnya, seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekundernya sudah dianggap miskin. Pada saat yang sama, di Irak, Sudan, Bangladesh misalnya, seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sekundernya, tidak dikelompokkan dalam kategori fakir/miskin. Perbedaan-perbedaan ini–meski fakta tentang kemiskinan itu sama saja di mana pun–akan mempengaruhi mekanisme dan cara-cara pemecahan masalah kemiskinan.

Berbeda halnya dengan pandangan Islam, yang melihat fakta kefakiran/kemiskinan sebagai perkara yang sama, baik di Eropa, AS maupun di negeri-negeri Islam. Bahkan, pada zaman kapan pun, kemiskinan itu sama saja hakikatnya. Oleh karena itu, mekanisme dan cara penyelesaian atas problem kemiskinan dalam pandangan Islam tetap sama, hukum-hukumnya fixed, tidak berubah dan tidak berbeda dari satu negeri ke negeri lainnya. Islam memandang bahwa kemiskinan adalah fakta yang dihadapi umat manusia, baik itu muslim maupun bukan muslim.

Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan. Allah Swt. berfirman:

]وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ[

“Kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf” (QS al-Baqarah [2]:233).

]أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ[

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal, sesuai dengan kemmpuanmu” (QS ath-Thalaaq [65]:6).

Rasulullah saw. bersabda:

“Ingatlah, bahwa hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan” (HR Ibnu Majah).

Dari ayat dan hadis di atas dapat di pahami bahwa tiga perkara (yaitu sandang, pangan, dan papan) tergolong pada kebutuhan pokok (primer), yang berkait erat dengan kelangsungan eksistensi dan kehormatan manusia. Apabila kebutuhan pokok (primer) ini tidak terpenuhi, maka dapat berakibat pada kehancuran atau kemunduran (eksistensi) umat manusia. Karena itu, Islam menganggap kemiskinan itu sebagai ancaman yang biasa dihembuskan oleh setan, sebagaimana firman Allah Swt.“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan” (TQS al- Baqarah [2]:268).

Dengan demikian, siapa pun dan di mana pun berada, jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer)nya, yaitu sandang, pangan, dan papan, dapat digolongkan pada kelompok orang-orang yang fakir ataupun miskin. Oleh karena itu, setiap program pemulihan ekonomi yang ditujukan mengentaskan fakir miskin, harus ditujukan kepada mereka yang tergolong pada kelompok tadi. Baik orang tersebut memiliki pekerjaan, tetapi tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan cara yang makruf, yakni fakir, maupun yang tidak memiliki pekerjaan karena PHK atau sebab lainnya, yakni miskin.

Jika tolok ukur kemiskinan Islam dibandingkan dengan tolok ukur lain, maka akan didapati perbedaan yang sangat mencolok. Tolok ukur kemiskinan dalam Islam memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dari tolok ukur lain. Sebab, tolok ukur kemisknan dalam Islam mencakup tiga aspek pemenuhan kebutuhan pokok bagi individu manusia, yaitu pangan, sandang, dan pangan. Adapun tolok ukur lain umumnya hanya menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan pangan semata. Tolok ukur kemiskinan dari berbagai versi dan perbandingannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Penyebab Kemiskinan

Banyak ragam pendapat mengenai sebab-sebab kemiskinan. Namun, secara garis besar dapat dikatakan ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.

Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.

Kesalahan negara dalam mengatur urusan rakyat, hingga menghasilkan kemiskinan struktural, disebabkan oleh penerapan sistem Kapitalisme yang memberikan kesalahan mendasar dalam beberapa hal, antara lain:

Peran Negara

Menurut pandangan kapitalis, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi, harus diupayakan seminimal mungkin. Bahkan, diharapkan negara hanya berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata. Lalu, siapa yang berperan secara langsung menangani masalah sosial dan ekonomi? Tidak lain adalah masyarakat itu sendiri atau swasta. Karena itulah, dalam masyarakat kapitalis kita jumpai banyak sekali yayasan-yayasan. Di antaranya ada yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, dan sebagainya. Selain itu, kita jumpai pula banyak program swatanisasi badan usaha milik negara.

Peran negara semacam ini, jelas telah menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Negara juga akan kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pemelihara urusan rakyat. Akhirnya, rakyat dibiarkan berkompetisi secara bebas dalam masyarakat. Realitas adanya orang yang kuat dan yang lemah, yang sehat dan yang cacat, yang tua dan yang muda, dan sebagainya, diabaikan sama sekali. Yang berlaku kemudian adalah hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang dan berhak hidup.

Kesenjangan kaya miskin di dunia saat ini adalah buah dari diterapkannya sistem Kapitalisme yang sangat individualis itu. Dalam pandangan kapitalis, penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab si miskin itu sendiri, kemiskinan bukan merupakan beban bagi umat, negara, atau kaum hartawan. Sudah saatnya kita mencari dan menerapkan sistem alternatif selain Kapitalisme, tanpa perlu ada tawar-menawar lagi. www.hti.or.id

 

14 Responses to “Kemiskinan Dalam Pandangan Islam”

  1. umatun Says:

    ada yang berpendapat, dimana kemiskinan adalah kodrat,,
    karena gak ada si kaya, jika tak ada si miskin,,,

    hehe
    ngawur 😀

  2. Adit KMM Says:

    ngarang itu maaah….
    hha7

    karena kekayaan letaknya di sini (sambil menepuk dada).
    must be understand about it…
    ^.^
    ditz_diaz_satriani@yahoo.co.id

  3. azkaazzahra Says:

    kayaknya ga ada kemiskinan jika kita mau sedikit membuka mata kita dan bersyukur dengan apa yang sudah Allah beri ke kita. ex: tangan kita ga kan boleh jika ditukar dengan mobil inova, dll.
    ikhlas, ridho dan bersyukur.. itu yang harusnya kita lakukan. kemiskinan adalah ada bagi orang-orang yang ga mau bersyukur dan ga ridho dengan ketetapan Allah.

    • kmmstks Says:

      Bersyukur itu ikhtiar dan tawakal…
      skrg klo cuma tawakal doang tanpa ikhtiar apa namanya?
      ^^.
      tapi bener juga apa kata anti..semoga negara ni bisa lebih bersyukur lagi yaa…
      dan mau sedikit mnyisihkan waktu memikirkan nasib umat yang kian hari kian trpuruk…^^.
      Wallahua’lam

  4. kmmstks Says:

    Jadi kemiskinan itu takdir ya??
    ada dalilnya gt ukhti??
    bisa tolong di jelaskan??
    ^^.

  5. al Faruq Says:

    Kemiskinan itu adalah permasalahan sosial, islam datang untuk menyelesaikan permasalahan itu. Buktinya zaman Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satu pun rakyat di dalam daulah islam yang mau menerima zakat lagi, krn mereka semua sudah bisa hidup berkecukupan.

    Sdngkan konteks indonesia, kemiskinan itu ada krn sistem yang mengatur ekonomi rakyat adalah sistem kapitalisme yang membuat orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakain miskin. Itulah yang peksos kenal dgn sebutan kemiskinan struktural.

  6. iin nurjanah Says:

    miskin harta sebenarnya bukan masalah yg besar ,,,selagi kita masih mau mensyukuri apa yg telah allah berikan terhadap diri kita buktinya kita di beri kesempurnaan untuk tetap bisa melakukan apa yg kita ingini kita mempunyai tangan , mengapa kita tak berpikir untuk apa tangan itu digunakan,, kita punya kaki tidakah keduanya bisa kita manfaat kan,untuk mencari rezeki, dan sebenar nya kita bisa saja hidup dengan pola melimpah asalkan kita mau mencukupkan dengan yg ada

  7. Anonymous Says:

    nice inpoh gan, plng gak enak emang klo miskin ilmu, ajarin ane donk nyari duit,mnta YM donk he2!

  8. Pak Maliki Says:

    Penguasaan manusia atas benda itu ukurannya apa ? , Keserakahan adalah naluri untuk lebih banyak menguasai benda , kekikiran adalah naluri untuk mempertahankan benda yang dikuasainya, Binatang yang manapun kalau sudah kenyang akan meninggalkan sisa makanannya, Lalu bentuk mahluk macam apa kalau ada orang hanya menjalahkan dua naluri itu, serakah dan kikir ? Pantaslah lebih rendah dari binatang, bahkan tumbuh-tumbuhan. Mungkin lebih hina dari iblis.

  9. Anonymous Says:

    miskin itu romantika kehidupan

  10. Anonymous Says:

    Yang kapitalis siapa?

  11. snowflakegreen Says:

    Terimakasih Gan,… buat temen2 silahkan download Makalah Kemiskinan Dalam Perspektif Islam


Leave a reply to kmmstks Cancel reply